Tahukah kau setiap hari aku menghitung hujan yang turun? ,
Menghitung tetes demi tetes yang tiada habisnya. Sendirian...
Karena kau tak pernah ada. Karena kau tak pernah sadar. Karena kau selalu tiada.
Tahukah kau setiap hari aku menghitung hujan yang turun?
Menghitung tetes demi tetes, cintaku padamu yang mulai berhamburan
Berhamburan jatuh dan menghilang ditelan bumi.
"Bersamamu selalu menyenangkan." Nana merebahkan kepalanya ke pundak Rangga. Tersenyum sambil menatap hujan yang turun. "Jangan tinggalkan aku ya."
"Bersamamu selalu menyenangkan." Nana merebahkan kepalanya ke pundak Rangga. Tersenyum sambil menatap hujan yang turun. "Jangan tinggalkan aku ya."
"Tidak akan."
"Apakah kita bisa begini selamanya?"
"Selamanya sayang, yakinlah kepadaku."
"Kau tidak menyesal melamarku padahal aku belum lulus kuliah?"
Rangga tersenyum lembut,
"Kenapa tidak? Kau bisa menikah, dan tetap kuliah."
"Benar juga." Nana tertawa, "Tetapi hanya kau yang bekerja untuk rumah tangga kita nanti."
"Siapa bilang?" Rangga mengerutkan keningnya, pura-pura tampak serius. "Aku akan menagihkan semua pengeluaran yang kukeluarkan untukmu begitu kau lulus kuliah dan menerima gaji pertama di pekerjaanmu."
Mereka lalu tertawa bersama, sambil menatap hujan turun.
"Aku mencintaimu Nana. Aku berjanji akan membahagiakanmu, sekarang, ataupun nanti setelah kita menikah. Apapun yang terjadi, kau harus tahu. Jantungku ini akan selalu berdetak, hanya untukmu."
***
Selamanya sayang, yakinlah kepadaku......Jantungku ini akan selalu berdetak, hanya untukmu..."
Kalimat itu terngiang ditelinga Nana sederan aliran hujan yang turun, sekarang, di depan makam Rangga dengan tanah merah yang masih basah. Apakah Rangga kedinginan di bawah sana? Pertanyaan itu menggayutinya, menghancurkan hatinya, membuatnya memeluk dirinya sendiri yang gemetaran.
Nana tidak pernah membayangkan ini akan terjadi. Sampai dengan kemarin, yang terbentang di depannya adalah kebahagiaan, kebahagiaannya bersama Rangga. Tetapi ternyata yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kekasihnya direnggut dari sisinya tepat sehari sebelum pernikahan mereka. Rangga meninggal karena kecelakaan, ketika mencari rangkaian buket bunga untuk pengantinnya di saat-saat terakhirnya.
Mereka bilang jenazah Rangga menggenggam bunga itu ketika ditemukan.... bunga mawar putih dengan kelopaknya yang hancur berguguran terkena benturan....bunga itu tidak putih lagi, berubah merah, terpercik darah Rangga. Dan jantung Rangga sudah berhenti berdetak. Sudah tidak berdetak untuk Nana lagi, terkubur diam di sana, dalam tanah yang dingin, tidak terjangkau.
Apakah yang dipikirkan Rangga pada saat-saat terakhirnya? Nana mengernyit, tak mempedulikan hujan deras yang membasahi pakaian dan rambutnya sampai kuyup, dia berdiri dengan tegar, di depan makam itu, menatap nisannya dengan nanar. Apakah Rangga memikirkan dirinya? Pernikahan mereka? Air mata mulai menetes lagi di mata Nana, mata yang sudah kelelahan meneteskan kesedihannya. Bagaimana mungkin Rangga meninggalkannya seperti ini? Bagaimana mungkin Rangga tega? Nana berhak marah bukan? Tetapi apa gunanya dia marah? Rangganya sudah tidak ada, dan kesedihan sudah menelannya sampai remuk redam.
Pelaminan itu kosong sekarang, tak akan pernah ditempati. Persiapan pesta berubah menjadi duka yang kelabu dan tumpahan air mata. Hati Nana hancur, hancur sejak Rangga pergi meninggalkannya, selamanya.
***
Nana mendesah, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sambil menatap ke arah langit. Ini masih jam dua siang, tapi mendung menggayut seakan terlalu berat membawa isiannya yang kelabu, membuat langit makin menggelap. Hujan yang turun pasti akan deras sekali. Nana menoleh ke kiri dan kanan dengan cemas, angkot yang ditunggunya belum tampak juga. Kalau sampai hujan deras turun dan dia belum dapat angkot, Nana akan kehujanan.
Dia harus mencari tempat berteduh. Putusnya ketika rintik-rintik hujan mulai membasahi tubuhnya, menimpa kepalanya. Pandangannya terpaku pada sebuah cafe di sudut jalan. Cafe itu tampak nyaman, dengan kanopi hijau dan tulisan "Warung Kopi Purnama" dengan huruf putih dan merah tebal berlatar hitam tergantung di ujung depan, seolah-olah memanggilnya. Itu warung kopi kuno, alih-alih seperti sebuah coffe shoop, malahan lebih mirip bangunan masa lampau yang salah tempat di tengah-tengah gedung-gedung ruko yang begitu tinggi.
Sejenak Nana merasa ragu, tetapi hujan turun makin deras, hingga dia akhirnya memutuskan masuk. Suasana tampak sepi, dan ternyata bagian dalam warung kopi itu lebih bagus daripada bagian luarnya. Seperti cafe jaman belanda, dengan dinding berwarna krem dan kursi meja yang terbuat dari kayu jati, dengan hujan yang turun deras di sana, suasana tampak lebih dramatis.
Ini adalah jenis cafe dimana Nana bisa duduk berjam-jam tanpa bosan. Nana duduk, lalu memesan secangkir kopi, dan roti bakar sebagai temannya. Sepertinya dia akan lama di sini menunggu hujan, jadi tidak ada salahnya dia memesan makanan. Nana menolehkan kepalanya ke sekeliling. Suasana Cafe cukup sunyi, hanya ada beberapa orang yang duduk menikmati kopi di sana, mungkin berteduh, mungkin juga sedang bernostalgia.
Ketika pesanannya datang, Nana mengeluarkan buku, tetapi setelah beberapa lama mencoba berkonsentrasi membaca, dia menyerah. Hujan itu menghalau konsentrasinya, dia lebih tertarik menatap hujan, menghitung helaan buliran air yang menghempas tanah, dan mengenang Rangga. Hari itu juga hujan, ketika Rangga kecelakaan. Apakah hujan jugakah yang membunuh kekasih hatinya?
Suara berisik di pintu mengalihkan perhatian Nana dari hujan, dia mengernyit dan terpana menatap sosok yang memasuki pintu dengan rambut basah. Rangga?
Sejenak jantung Nana berdegup kencang. Tetapi kemudian kesadarannya kembali, itu sudah pasti bukan Rangga. Rangganya sudah meninggal karena kecelakaan itu, dia sendiri yang menaburkan bunga terakhir ke sana sebelum mereka mengubur jenazahnya. Bagaimana bisa dia mengira orang ini sebagai Rangga?
Lelaki itu menatap ke arah Nana, lalu berkedip sejenak, kemudian mengalihkan matanya, dan melangkah menuju sudut lain di warung kopi itu, Nana terus mencuri-curi menatapnya, mencoba menemukan jawaban. Lelaki ini tidak mirip dengan Rangga, apalagi penampilannya berbeda. Rangga selalu rapi, sederhana dan tampan dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya. Sedangkan lelaki ini berbeda, lebih urakan, lebih santai sekaligus elegan dengan rambut cokelat tua dan mata cokelat muda, hidung mancung dan bibir tipis yang sangat sesuai dengan keseluruhan wajahnya yang maskulin. Lelaki ini begitu tampan, seperti lukisan. Jenis lelaki yang sudah pasti dihindarinya, karena pasti seorang pemain perempuan.
Dengan gugup Nana meneguk kopinya, berusaha menenangkan diri. Kenapa dia begitu tertarik dengan lelaki ini, seolah tidak mampu mengalihkan pandangannya? Dan kenapa dia langsung teringat kepada Rangga? apa karena caranya memasuki ruangan? dengan rambut basah tapi tidak peduli, khas Rangga. Dan kenapa pula Rangga terus memenuhi pikirannya, bahkan ketika dia sudah ingin melangkah, meninggalkan masa lalu dan melupakan Rangga? Apakah ini pertanda bahwa dia tidak boleh melupakan kekasihnya itu?
***
"Mungkin kau salah lihat, atau kau terbawa lamunan sehingga kau berpikir lelaki itu tampak mirip dengan Rangga." Nirina melirik ke arah sahabatnya yang begitu murung setelah bercerita.
Nana menghela napas, "Masalahnya lelaki itu tidak mirip dengan Rangga. Dia lebih seperti pangeran hedonis yang salah tempat di warung kopi itu."
"Kalau kau sebegitu penasarannya, kenapa kau tidak mendekati laki-laki itu?"
Nana mengerjapkan matanya, "Aku... aku takut..."
"Takut apa? Takut jadi korban pesona sang pangeran hedonis?" Nirina terkekeh
Bukan. Gumam Nana dalam hati. Aku takut kalau aku sudah gila dan mengira semua orang sebagai Rangga. Aku takut kalau ternyata aku hidup di dunia khayalanku selama ini.
Nirina menatap Nana dengan simpati, sahabatnya itu masih sering melamun dan tampak sedih, bahkan setelah setahun kematian Rangga. Ya, siapa juga yang tidak sedih, ditinggalkan kekasihnya sehari sebelum pernikahan mereka, kalau Nirina mungkin tidak akan bisa setegar Nana menghadapinya.
"Datanglah ke sana lagi."
"Apa?" Nana mendongakkan kepalanya, mengernyit.
"Datanglah ke warung kopi itu lagi, mungkin saja kau akan berjumpa laki-laki itu lagi, Entah dia memang mirip Rangga atau dia hanya halusinasimu, setidaknya kau tidak akan bertanya-tanya lagi."
***
Nana melangkah ragu memasuki warung kopi itu. Hari ini, tepat seminggu kemudian, pada jam yang sama, hari yang sama. Dia duduk dan memesan seperti biasa, lalu menunggu sambil mengeluarkan buku bacaan yang selalu dibawanya kemana-mana, terjemahan novel sastra inggris lama lama, berjudul Jane Eyre.
Hari ini juga sama, hujan turun begitu deras di luar, mendung membuat langit menghitam, sehingga suasana sore ini tampak seperti malam. Dan Nana menunggu. Menunggu laki-laki yang mirip Rangga itu.
Lama. Hampir satu jam Nana menunggu, tetapi lelaki itu tak kunjung datang. Mungkin dia tak akan datang lagi, Nana mendesah. Mungkin kemarin memang hanya halusinasinya. Halusinasi yang muncul kala hujan turun. Karena dia terlalu merindukan Rangga...
Warung kopi itu sudah hampir tutup karena sore sudah menjelang. Dan meskipun hujan masih turun dengan derasnya di luar, Nana mengemasi tasnya, kemudian melangkah pergi. Dengan gontai, dia berjalan menyusuri trotoar, berpayungkan payung kecil warna merah hati. Entah kenapa dia merasakan sebersit kekecewaan karena ternyata laki-laki itu tidak ada. Yah, lagipula apa yang diharapkannya? Mana mungkin sebuah kebetulan terjadi dua kali?
"Nona. Tunggu sebentar."
Langkah Nana terhenti ketika menyadari panggilan itu ditujukan kepadanya. Kepada siapa lagi? Trotoar itu sepi karena semua orang memilih berteduh di dalam, menghindari hujan deras.
Dengan hati-hati Nana membalikkan badannya, dan untuk kesekian kalinya.... tertegun.
Lelaki itu. Dan memang tidak mirip dengan Rangga. Sedang melangkah tergesa mengejarnya, tanpa mempedulikan baju dan rambutnya yang basah kuyup di terpa hujan. Novel Jane Eyre-miliknya terlindung dalam lengan laki-laki itu.
***
"Kau meninggalkannya di meja ." Lelaki itu berdiri, begitu tinggi menjulang di atas Nana, membuat Nana harus mendongakkan kepalanya ketika menatapnya.
Ketika Nana tidak berkata apa-apa, lelaki itu terkekeh, "Aku biasanya mampir di warung kopi itu pukul empat, sepulang kuliah, tetapi hari ini terlambat, karena hujan deras membuat jalanan macet dan banjir, ketika aku datang cafe sudah hampir tutup dan aku melihat buku itu di meja, dan melihatmu melangkah di trotoar ketika aku masuk. Betul bukan ini bukumu?" Lelaki itu mengulurkan bukunya, suara laki-laki itu mengeras, mencoba mengalahkan derasnya hujan.
Nana masih terpana menatap sosok itu, kemudian mengerjap ketika mendapati lelaki itu menatapnya dengan bertanya-tanya, dia lalu menganggukkan kepalanya dan menerima buku itu, dengan hati-hati memasukkannya ke dalam tasnya.
"Terimakasih."
"Sama-sama. Namaku Reno."
Nana menelan ludahnya,
"Oh...aku Nana." dengan gugup dia menghela napas. Sudah selesai. Lelaki ini sama sekali tidak mirip dengan Rangga, mungkin Nana memang sudah sedikit gila, mengira semua lelaki sebagai Rangga . Nana mencoba membalikkan tubuhnya, "Terimakasih, aku.. aku harus pergi."
"Nana." Reno menggenggam tangannya, menahan Nana, ketika Nana hanya terdiam dan melirik tangan Reno yang mencengkeram tangannya, lelaki itu langsung melepaskannya dan berdiri dengan gugup.
"Eh.. maaf, aku merasa, mungkin kita bisa lebih mengenal lagi. Aku juga suka membaca, meskipun sastra inggris kuno bukanlah kesukaanku." Reno tampak terkekeh lagi, begitu ceria. "Kau akan sering ada di warung kopi itu kan?"
Nana tercenung. Beranikah dia? Bertemu lagi dengan lelaki ini? Hening yang lama, kemudian dia mengangguk,
"Mungkin aku akan datang ke sana, ketika aku ingin menikmati secangkir kopi dan menghitung hujan." jawabnya pelan,
Reno mengangguk, "Menghitung hujan, istilah yang bagus, itulah yang sering kulakukan setiap sore di warung kopi itu. Semoga aku beruntung bisa menjumpaimu lagi di sana. Sampai jumpa Nana."
Dan kemudian lelaki itu membalikkan tubuhnya, berlari menembus hujan deras. Nana terpaku menatapnya, sampai bayangan lelaki itu tertelan kabut hujan.
***
"Jadi, kau tidak berani ke sana lagi?" Nirina menatapnya dengan mencemooh, "Kau menjanjikan sesuatu pada seseorang, lalu kau mengingkarinya."
Nana memalingkan muka, tidak kuat menanggung rasa bersalah, Memang dia pengecut. Sangat pengecut. Ini sudah satu bulan sejak pertemuannya dengan lelaki bernama Reno yang sangat mirip Rangga itu, dan Nana sama sekali tidak berani menginjakkan kakinya ke warung kopi itu. Dia... takut, entah kenapa.
"Untuk apa aku ke sana Nirina? toh aku hanya memandang lelaki itu sebagai pengganti Rangga, sebagai orang yang entah kenapa mirip dengan Rangga."
"Tetapi dia bukan Ranggamu, kau sendiri yang bilang kalau penampilan mereka berbeda."
"Dia tetap mirip Rangga. Bukan dari segi fisik, dia mirip dengan cara yang berbeda." Dan Jantungku berdebar setiap ada di dekatnya. Nana mendesah, putus asa.
Nirina menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nana. Kau tahu, aku sedih melihatmu terpuruk seperti ini. Sudah setahun sejak kematian Rangga, dan kau seharusnya sudah melangkah. Kau masih muda, jalanmu masih panjang. Mungkin Tuhan punya misteri dan rencana tersendiri mempertemukanmu dengan lelaki yang mirip Rangga, mungkin. Dan kau tidak akan mengetahui rencana apa itu, kalau kau takut melangkah."
"Jadi menurutmu aku harus menemui laki-laki itu?"
Nirina mengangkat bahunya, "Mirip atau tidak dengan Rangga. Setahuku, laki-laki itu adalah satu-satunya yang kau pikirkan selain Rangga. Temuilah dia."
***
"Hai." Nana berdiri gugup, di depan laki-laki itu yang sedang menundukkan kepala, tenggelam dalam bacannya.
Reno mendongakkan kepalanya. Sekejap dia mengerjapkan matanya, seolah terkejut, tetapi kemudian senyumnya terkembang,
"Nana." senyumnya makin melebar, "Duduklah."
"Kau ada di sini setiap sore?" Nana mengalihkan pandangan ke luar. Entah kenapa hujan turun lagi dengan derasnya, dan entah kenapa nana tidak kuat menghadapi pandangan tajam laki-laki itu.
"Setiap sore." Reno meletakkan bukunya, "Sepertinya kau sangat sibuk ya."
Nana menganggukkan kepalanya gugup. Dia tidak sibuk apa-apa. Dia cuma tidak berani datang dan menemui Reno, tetapi kebohongan itu sudah meluncur mulus di bibirnya.
"Aku sibuk dengan kuliah dan pekerjaan rumahku bulan ini, jadi tidak sempat keluar-keluar,"
Reno menatapnya memaklumi. Meskipun Nana sadar, Reno jelas-jelas mengerti bahwa Nana sudah berbohong kepadanya.
"Aku senang pada akhirnya kau bebas dan bisa datang." Lelaki itu menunjukkan sampul buku yang dibacanya, "Lihat aku sudah menyelesaikan satu set buku ini sambil duduk di sini setiap hari.
Nana melirik ke sana. Bacaan itu tidak dikenalnya, bukan tipe bacaan yang disenangi Nana.
"Kau tidak tahu ya. Ini novel karangan Michael Scott, yang ada di tanganku ini adalah buku ke enam dari serial The Secret of The Immortal Nicholas Flamel, yang ini judulnya The Enchantress." Reno tetap menjelaskannya meskipun judul buku itu sudah tertera jelas di halaman depannya, membuat Nana tertawa.
"Kenapa kau tertawa?"
"Tidak." Nana menahan kekehan gelinya, "Hanya saja buku itu bukan tipeku."
"Ah tentu saja. Kau penggemar bacaan romansa gelap dari masa lalu, kisah pengasuh yang jatuh cinta kepada majikannya yang dingin, kejam dan tak berperasaan tetapi sebenarnya romantis." Reno mencibir, "Tipikal bacaan perempuan."
"Tapi kau tahu isi Jane Eyre, berarti kau membacanya."
Reno memutar bola matanya, "Aku ingin tahu, ketika melihat seorang perempuan meninggalkannya di meja sebuah cafe, jadi aku mencari tahu dan membacanya."
Nana terpana, lalu tersenyum. Hatinya terasa hangat, entah kenapa. Sudah lama sekali dia tidak merasakan kehangatan ini. Sama seperti dulu, ketika bersama Rangga, berdebat masalah buku di tengah hujan, perasaannya sama. Dan meskipun secara fisik Reno berbeda jauh, lelaki ini mengingatkannya kepada Rangga. Mengingatkannya kepada masa-masa bersama Rangga.
"Kau belum memesan. Aku rekomendasikan kau membeli roti Palm Suiker sebagai teman minum kopimu." Lelaki itu mengedipkan matanya ke arah buku menu.
Nana mengernyit. Biasanya dia hanya memesan roti bakar standar sebagai teman minum kopinya di sini, "Apakah enak?"
"Enak kalau sambil minum kopi diiringi hujan, sambil menyantap selembar roti sederhana yang ditaburi brown sugar dengan aroma harum yang khas."
"Kau membuat air liurku keluar." Nana tertawa, lalu memesan roti itu, dan secangkir kopi. "Sampai di mana kita tadi?"
"Sampai ketika aku bilang bahwa perempuan selalu menyukai tipikal penjahat romantis di buku-buku roman mereka."
Dan percakapan itu berlanjutlah. Di tengah hujan deras yang mengiringi di luar, diantara harumnya uap beraroma kopi dan harumnya roti yang baru keluar dari pemanggangan. Nana terlarut bersama Reno, di sebuah warung kopi yang temaram.
***
Bersambung ke Part 2 ..
Cerita ini karya Sandy Agatha
Jujur, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku jika Tuhan tidak mempertemukan kita. Denganmu, aku belajar untuk menjadi dewasa. Denganmu, aku belajar untuk tidak ceroboh. Denganmu, aku belajar untuk menjadi sabar. Denganmu, aku belajar untuk memantaskan diriku.
Karena ada darah malaikat mengalir dalam nadimu. Kapilermu dipenuhi vanilla, venamu dipenuhi lavender. Lalu hatimu dijaga Tuhan untuk Wanita yang lebih baik. Sepertimu yang selalu baik.
Matamu selalu menawarkan kedamaian, bibirmu selalu mengucapkan sunyi, tubuhmu selalu menyelinap semi. Kau terlalu suci hingga Wanita asing tidak pernah bisa menyentuhmu. Kau dipersiapkan oleh Tuhan untuk Wanita yang lebih baik. Sepertimu yang selalu baik.
Aku ingin menjadi Wanita itu. Wanita dewasa dengan dagu tegap serta tangan sigap menggenggam tanganmu lembut kala kita disahkan oleh Tuhan, orang tua, keluarga, serta teman-teman untuk menjadi satu dalam dua tubuh yang tak akan pernah terpisah.
Aku ingin menjadi Wanita yang aku sentuh wajah lelahmu, hingga lelahmu tertidur di pangkuangku. Aku ingin menjadi Wanita yang kau sentuh tangan lembutku, lalu sesederhana seorang wanita, kau mengecup tanganku pada luka yang belum sembuh.
Aku ingin menjadi Wanita yang selalu buatkan kau makanan pagi, tak kala menjadi imamku saat sholat, temanku kala membaca novel, pengingatku kala teh telah habis. Aku ingin menjadi Wanita yang kau ciptakan padaku syair-syair indah, dari bibirmu yang merah, untuk menina-bobokan mu yang lelah.
Aku ingin menjadi Wanita yang kau taburkan bunga ketika orang tua kita sepakat bahwa tanggal pernikahan kita sangat dekat hingga jantung tak henti-hentinya menggetarkan tubuh. Aku ingin menjadi Wanita yang tertegun, gemetar, hampir pingsan menunggu apakah aku mengatakan Iya ketika kamu memutuskan untuk melamarku kelak.
Denganmu, aku belajar banyak hal. Aku memperbaiki diri agar Wanita yang kau inginkan itu menjadi aku di masa depan. Aku memantaskan diri agar tubuhku satu-satunya tubuh Wanita asing yang kau peluk ketika halal. Aku menyabarkan diri agar tidak ada pria lain yang masuk lalu melumat hatiku lamat-lamat.
Jujur, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak mempertemukan kita. Namun sekarang aku tahu.
Pria yang baik untuk Wanita yang baik, begitu kata Tuhan.
ABAIKAANNN....EMOSI AKIBAT INTERNET LAMBAT !! |
Hai guys.. Pernah nggak sih kalian ngalamin gangguan internet yang bikin kalian frustasi, kesel, marah, dan kalau kalian teriak akan blg bilang “GUE BUTUH INTERNET. TIDAAAAAAAAAAAAAAKK JANGAN MATI!!!”
Di era modern yang canggih sekarang hampir dibilang internet
adalah kebutuhan Primer yang wajib dilakukan setiap hari. Bukan kalian aja yang
menjalani seperti ini, gue juga menjalani rutinitas seperti ini. Bangun tidur
yang dilihat handphone buka sosmed, lagi makan update sosmed, lagi ketemu temen
sosmed, sebelum tidur pun gue update sosmed, terlebih lagi ketika boker, berak
atau ee’ek yang di update sosmed dan semua itu butuh INTERNET...
Ya tepat nya bulan lalu gue di buat kesal dengan salah satu provider internet langganan gue. Sebut saja indihomee.. Bagaimana tidak gue mengeluhkan mengenai jaringan gue yang udah hampir 3minggu mati, kaga ada perbaikan. gue telpon berkali-kali cuma bilang maaf tapi nggak memberikan pelayanan yang lebih bagus.
Jangan kan bulan lalu. Dalam setahun ini 2017. Sebulan gue mengalami gangguan internet. Dengan alasan jaringan masal. Pala laoe bau pitak.. Saking emosi nya gue sampai teriak teriak, ngebentak CS nya untuk segera di sampaikan permohonan trobel ke atasan (bukan atasan baju).
Apa karena gue pakai jaringan telepon ya. Jadi sering troble. Habis gimana dong.. Rumah gue itu pelosok.. Kalau bisa gue pakai jaringan fiber optik gue langsung ganti deh. Jangan kan pakai fiber optik,pakai fastnet,biznet atau apapun ituuu.. Selain telkom indihome gue langsung ganti..
Sayang nya dari pihak privider lain juga akan bilang hal yang sama, maaf di daerah ibu belum terjangkau untuk fiber optik jadi mohon bersabar.
Belum lagi ya guys, Gue harus melaporkan tentang jaringan yang lemot alias lambat masa gue cuma dapet kurang dari 10kbps dan untuk penangannya bisa sampai 2-3hari kedepan dan bisa bisa mati jaringan internet gue langsung..
Kalau gue hitung-hitung ya. Gue pakai indihome untuk yang perbulan 2Mbps unlimed dengan biaya 337rb. Nahhhh.. kalau trobel dalam sebulan ada 4minggu dan setiap weekend di hari jumat sampai minggu itu jaringan tidak stabil aliasss mati..
Whatttttt... gue jugaa tetep bayar 327rb. Hanya ada 10rb doang pengurangannya. Kannnn
kampreetooooooo.. gilaaaaxxxxxx... Kalau mengeluh si CS nya cuma bilang Maaf ibu., Maaf buu..
Sayang nya dari pihak privider lain juga akan bilang hal yang sama, maaf di daerah ibu belum terjangkau untuk fiber optik jadi mohon bersabar.
Belum lagi ya guys, Gue harus melaporkan tentang jaringan yang lemot alias lambat masa gue cuma dapet kurang dari 10kbps dan untuk penangannya bisa sampai 2-3hari kedepan dan bisa bisa mati jaringan internet gue langsung..
Kamprettooo..Kampretoo |
Kalau gue hitung-hitung ya. Gue pakai indihome untuk yang perbulan 2Mbps unlimed dengan biaya 337rb. Nahhhh.. kalau trobel dalam sebulan ada 4minggu dan setiap weekend di hari jumat sampai minggu itu jaringan tidak stabil aliasss mati..
Whatttttt... gue jugaa tetep bayar 327rb. Hanya ada 10rb doang pengurangannya. Kannnn
kampreetooooooo.. gilaaaaxxxxxx... Kalau mengeluh si CS nya cuma bilang Maaf ibu., Maaf buu..
Mungkin kalau gue punya ilmu hukum, gue bisa aja menggugat pihak telkom karena merugikan konsumen. tapi sekali lagi this is indonesia.. Semua yang mudah di buat sulit dan yang sulit makin dipersulit...
You Know What I Mean ? ..
Disini gue cuma mengeluhkan kekesalan dan kedongkolan gue terhadap privider indihome. Kalau pun ada pihak yang tidak suka ya mohon maaf..
Kalau di tanya.. Kenapa nggak ganti sama provider lain sih? kan tadi gue udah bilang.. tidak semudah itu, karena jaringan fiber optik dan privider lain belum sampai kerumah gue.!!!!
Soo.. gue kesel ajaaaaa... kalau pake fasnet, harus tarik kabel dulu dan tarik kabel juga bayar. Gila kali yakkk.. Dariii pihak fasnet untuk tarik kabel perMeter kena 10rb so dari pihak konsumen dirugikan banget dong.. Mau internet masa kita harus bayar kabel. Situ kan perusahan masa nggak mampu bayar...
Jangan tanya lagi kenapa nggak pake yang lain.. sekali lagiii lau gue cipokkk kalau tanya kenapa..
Yaudah lah yaa..
Gue sih berdoa semoga kedepannya lebih baik lagi. Harus pentingin urusan konsumen karena kalau konsumen puas berarti provider yang digunakan bisa terkenal lagi bagus nya bukan terkenal Bapukkkk nyaa..
Kalau kalian juga pernah merasakan kaya gue.. Komen ya di bawahhhh...!
You Know What I Mean ? ..
Disini gue cuma mengeluhkan kekesalan dan kedongkolan gue terhadap privider indihome. Kalau pun ada pihak yang tidak suka ya mohon maaf..
Kalau di tanya.. Kenapa nggak ganti sama provider lain sih? kan tadi gue udah bilang.. tidak semudah itu, karena jaringan fiber optik dan privider lain belum sampai kerumah gue.!!!!
Soo.. gue kesel ajaaaaa... kalau pake fasnet, harus tarik kabel dulu dan tarik kabel juga bayar. Gila kali yakkk.. Dariii pihak fasnet untuk tarik kabel perMeter kena 10rb so dari pihak konsumen dirugikan banget dong.. Mau internet masa kita harus bayar kabel. Situ kan perusahan masa nggak mampu bayar...
Jangan tanya lagi kenapa nggak pake yang lain.. sekali lagiii lau gue cipokkk kalau tanya kenapa..
Yaudah lah yaa..
Gue sih berdoa semoga kedepannya lebih baik lagi. Harus pentingin urusan konsumen karena kalau konsumen puas berarti provider yang digunakan bisa terkenal lagi bagus nya bukan terkenal Bapukkkk nyaa..
Kalau kalian juga pernah merasakan kaya gue.. Komen ya di bawahhhh...!
"Kau tahu, Nak, Sepotong Intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya."
"Sama dengan kehidupan seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. kokoh.."
Beberapa hari sebelum gue naik Gunung Sindoro, gue mengalami musibah, tas gue di jambret di Semarang waktu perjalan gue menuju ke Wonosobo. Cerita nya di Sini "Traveling Ojo Ngeyel".
Setelah dari Semarang kemarin gue langsung menuju ke Wonosobo naik travel yang dipesan sama temen gue, Maklum lah gue masih berasa shock akibat di jambret malam itu. Udahlah cerita yang Jambret terus cerita di Gunung -nya nggak mulai mulai..
Eeettt.. Sabar Tong !
Jadi Gue di Wonosobo gue nginep dua hari semalam dirumah tante gue yang masih jomblo sampai sekarang, Doi masih cari jodoh lhooo.. Lanjuuttt! Emang gue berniat menginap dirumah tante gue pasalnya gue habis terkena musibah lumayan hitung-hitung hemat ongkos dan biaya yaa dan dapat Uang pula..
Nggak banyak tapi lumayan lah yahh buat bayar buang air di wc umum sebanyak 34x. Yaaap, kalau dihitung-hitung 150x bolak balik masuk WC di Kalikan dengan Rp2.000,- sama dengan Rp300.000,- Uang yang gue dapet hasil Ngepet dirumah tante gue.. Hahahha..
Dan belum lagi tanggungan gue makan, Jika di rupiahkan, makan 1hari sebanyak 3x, sekali makan gue menghabiskan Rp10.000,- (maklum murah bukan seperti di Jakarta) sedangkan lama gue menginap 2hari 1malam. 6x makan gue di kalikan dengan Rp10.000,- jadi Rp60.000.- ...
Lumaayan ya banyak .. itu juga Gue nggak makan , uang nya gue simpen buat jajan gue selama di atas gunung. hahahha
Udahlahh yaaa.. kenapa jadi ngomongin duit.. !
Well, singkat ceritanya hari berikutnya gue mulai bersiap untuk berangkat. Sebelumnya gue naik Gunung Sindoro itu OpenTrip dengan komunitas di daerah Pasar Minggu namanya Palaten. Mereka bawa sekitar 50orang untuk pendakian massal ini. So, gue ketemuan sama mereka di terminal Wonosobo. Sore itu sebelum gue berangkat langit mulai mendung dan hujan derass.. karena memang bulan-bulan itu curah hujan lagi tinggi didaerah Wonosobo.
Sekitar 2jam menunggu bis rombong Palaten muncul, Gue bisa bernapas lega karena menunggu sambil ditemani hujan itu rasanya bikin galau, kalau mengingat kejadian apess di Semarang "Traveling Ojo Ngeyel". Yasudahlahh yaaa !!!
Sesampainya di Bascamp Kaki gunung Sindoro, gue istirahat sejenak untuk melepaskan ke galauan gue. Niat awal kami berangkat siang hari tapi karena disayangkan rombongan dari jakarta mengalami trafficjam sehingga membuat kita mendaki di malam hari.
Jujur bagi gue memang nggak asik mendaki gunung pada malam hari karena suhu udara yang dingin, belum lagi hujan gerimis, ditambah trek medan yang licin dan gelap menyelimuti malam yang nggak bisa kita lihat tanpa bantuan Senter. Yaaaa.. disinilah sebelum mendaki gue memang sudah membawa 2 senter yang pertama headlamp dan senter tangan, tetapi apa daya tas keburu kejambet disemarang sehingga membuat gue semakin sabar.
"Sama dengan kehidupan seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. kokoh.."
Mana nggak ada WC umum lagi ! |
Beberapa hari sebelum gue naik Gunung Sindoro, gue mengalami musibah, tas gue di jambret di Semarang waktu perjalan gue menuju ke Wonosobo. Cerita nya di Sini "Traveling Ojo Ngeyel".
Setelah dari Semarang kemarin gue langsung menuju ke Wonosobo naik travel yang dipesan sama temen gue, Maklum lah gue masih berasa shock akibat di jambret malam itu. Udahlah cerita yang Jambret terus cerita di Gunung -nya nggak mulai mulai..
Eeettt.. Sabar Tong !
Jadi Gue di Wonosobo gue nginep dua hari semalam dirumah tante gue yang masih jomblo sampai sekarang, Doi masih cari jodoh lhooo.. Lanjuuttt! Emang gue berniat menginap dirumah tante gue pasalnya gue habis terkena musibah lumayan hitung-hitung hemat ongkos dan biaya yaa dan dapat Uang pula..
Nggak banyak tapi lumayan lah yahh buat bayar buang air di wc umum sebanyak 34x. Yaaap, kalau dihitung-hitung 150x bolak balik masuk WC di Kalikan dengan Rp2.000,- sama dengan Rp300.000,- Uang yang gue dapet hasil Ngepet dirumah tante gue.. Hahahha..
Dan belum lagi tanggungan gue makan, Jika di rupiahkan, makan 1hari sebanyak 3x, sekali makan gue menghabiskan Rp10.000,- (maklum murah bukan seperti di Jakarta) sedangkan lama gue menginap 2hari 1malam. 6x makan gue di kalikan dengan Rp10.000,- jadi Rp60.000.- ...
Lumaayan ya banyak .. itu juga Gue nggak makan , uang nya gue simpen buat jajan gue selama di atas gunung. hahahha
Udahlahh yaaa.. kenapa jadi ngomongin duit.. !
Well, singkat ceritanya hari berikutnya gue mulai bersiap untuk berangkat. Sebelumnya gue naik Gunung Sindoro itu OpenTrip dengan komunitas di daerah Pasar Minggu namanya Palaten. Mereka bawa sekitar 50orang untuk pendakian massal ini. So, gue ketemuan sama mereka di terminal Wonosobo. Sore itu sebelum gue berangkat langit mulai mendung dan hujan derass.. karena memang bulan-bulan itu curah hujan lagi tinggi didaerah Wonosobo.
Sekitar 2jam menunggu bis rombong Palaten muncul, Gue bisa bernapas lega karena menunggu sambil ditemani hujan itu rasanya bikin galau, kalau mengingat kejadian apess di Semarang "Traveling Ojo Ngeyel". Yasudahlahh yaaa !!!
Sesampainya di Bascamp Kaki gunung Sindoro, gue istirahat sejenak untuk melepaskan ke galauan gue. Niat awal kami berangkat siang hari tapi karena disayangkan rombongan dari jakarta mengalami trafficjam sehingga membuat kita mendaki di malam hari.
Jujur bagi gue memang nggak asik mendaki gunung pada malam hari karena suhu udara yang dingin, belum lagi hujan gerimis, ditambah trek medan yang licin dan gelap menyelimuti malam yang nggak bisa kita lihat tanpa bantuan Senter. Yaaaa.. disinilah sebelum mendaki gue memang sudah membawa 2 senter yang pertama headlamp dan senter tangan, tetapi apa daya tas keburu kejambet disemarang sehingga membuat gue semakin sabar.
Sebelumnya gue naik Gunung Sindoro lewat jalur Kledung, dari bascamp bisa naik ojek motor dengan membayar 15rb atau kalian bisa jalan menyelusuri ladang penduduk lumayan jika berjalan kaki bisa ditempuh sekitar 45menit. Karena kemarin gue sangat males jalan akhirnya gue naik ojek lah.. lumayan gratis ini ! Kalau naik ojek motor kalian bisa langsung sampai Batu besar, jadi kalian ngak perlu capek-capek buang tenaga.
Dari Batu besar kita berjalan santai sekitar 2jam untuk sampai di Pos 1. Saat mendaki malam usahakan kalian pakai jaket karena udara dingin dan kalian harus menghemat tenaga sebab udara oksigen sangat sedikit dan belum lagi harus berebut dengan pohon-pohon besar. Medan Jalur untuk sampai di Pos 1 terus menanjak belum lagi treking jalan batu -batu dan kanan kiri ditutupi pohon tinggi. Oiaa.. saat gue mendaki gue ditemanin teman sekaligus patner setia gue yang nyebelin banget namanya Ghajal .. Dia ajudan gue ! Hahahah..
Kurang lebih berjalan gue mulai masuk angin karena pakaian yang gue kenakan sangat tipis yaitu kaos dan ditutupi raincoat doang. Sepanjang jalan perut gue mengalami kontraksi seperti ada tekanan gas yang ingin keluar dari lobang pantat gue. Di situ, gue makin panik karena tekanan di pantat gue makin bergelora.. Mungkin kalo pantat gue bisa ngomong, dia bakal teriak-teriak, "Damn!! let this shit outta' here, man.. I'm about to explode, dude!! It's so kampret you know?!"
Tapi gue tahan tahan sampai akhirnya tiba di Pos 1. Gue bilang sama Ajudan gue si Ghajaal gue kalau nggak enak badan.
"Dek.. masih kuat nggak?" kata Ghajal..
"Masih kokk, tapi perut nya nggak enak." kata Gue.
"Yasudah Muntah in aja makanan semalam." Kata Ghajal
Gue agak menjauh dari dia sekitar 2 langkah kaki dan mulai memuntahkan isi makanan di dalam perut gue..
"Hoeeeekkkk.. Hoeeeeeeeeekk.."
"Kaaa.. Aku mau ken..." belum selesai gue ucap semuanya tiba-tiba "Brooootttttt..Brooootttttt.. Bessssssssttt..." Bunyii gas beracun yang keluar dari lobang pantat gue akhirnya mulai keluar dengan aroma Mengkudu bercampur walangsangit..
"Mhhh.. hahaha maaf kaa gue kentut, bau ya? Gue nggak sengaja kentut soalnya perut gue nggak enak. Asli.. waktu mau mengeluarkan gas beracun loe tepat dibelakang gue dan posisi gue yang lagi mengeluarkan sisa sisa makanan didalam perut, alias muntah Nungging." Kata gue sambil gigit pohon pinus...
"Yaudah nggak masalah, yang penting udah enakan perutnya ya?" kata Ghajal.
Dalam hati gue, ini orang pasti punya dendam sama gue karena gue sudah mengeluarkan gas nuklir dari lobang pantat gue, Jangan jangan gue bakal di buang di tengah hutan, atau gue di ikat di pohon dimakan babi hutan atau gue di dorong masuk jurang dan akhirnya gue tewas dan muncul di koran dengan headline "Telah ditemukan sesosok jasad sehabis kentut". Kan nggak lucu kalau seperti itu. akhirnya sepanjang jalan gue hanya bisa berdoa agar gue tidak kenapa -napa. Masalahnya pasti yang akan jadi korban kentut gue bukan hanya ajudan gue si Ghajal tadi makhluk astral dan binatang buas pun pasti akan tewas seketika..
Gue lanjutin perjalanan gue menuju Pos 2 yang berjarak kurang lebih sekitar 2,5jam. Yap di Pos 2 lah gue bersama yang lainnya bermalam.. Trek jalan menuju Pos 2 terus menanjak itu yang membuat gue semakin melambat. Masih di temanin sama ajudan sekaligue partner gue si Ghajal yang setia di belakang gue menanti hembusan aroma gas kentut gue.
Akhirnya setelah jalan cukup lama sekitar 2jam tiba di Pos3, Gue mencari kelompok untuk bisa tidur satu tenda bersama mereka. Kali ini gue nggak tidur 1 tenda sama ajudan gue, gue tidur bersama cewek-cewek yang seru yang kalem yang nggak kaya gue setiap beberapa detik mengeluarkan gas beracun. Yaaapp.. disini lah gue mulai mengalami kontraksi hebat karena gue menahan gas-gas beracun.
Waktu nya makan malam jam 2 pagi, di dalam tenda kita memasak bakso. Aroma kuah bakso yang membuat gue semakin laper, tapi gue inget kalo gue makan terlalu banyak bisa bisa gue boker.. Paling males namanya boker digunung karena nggak ada air bersih atau kamar toilet. Jadi saat kita boker digunung kita hanya ditemani ilalang pohon dan dingin nya udara yang menusuk lobang pantat. tapi untungnya gue belum pernah boker di gunung,. dan kalau kebelet boker gue tahan tahan sampe turun gunung. Hahahah,,
Pas lagi makan bakso gue merasakan perut gue mengalami kontraksi hebat dan keringet mulai kembali bercucuran seperti ada tekanan yang maju mundur.. Gue mulai mengganti posisi duduk gue saking gue gugup gue mulai memegang kompor (biar hangat).. Gue mulai merasa panik karena itu.. Tapi sayang, saking enaknya, gue kebelet boker..
Ini yang harus dicatat! Saat loe naik gunung pastikan loe boker dulu sebelum nya, jangan makan pedes atau minum susu dan jangan panik.. karena orang nervous itu konsekuensinya kalo nggak kebelet pipis, ya kebelet boker.. Nggak ada orang yang lagi nervous lalu mendadak kebelet jadi bupati.. itu ribet banget.
Karena gue nggak tahan lagi, akhirnya gue relakan sedikit dari gas di pantat gue yang mulai berontak itu untuk keluar.. Yahh.. setidaknya kalo gue keluarin pelan-pelan, tekanan di pantat gue nggak bakal sekencang ini.. sehingga proses pup bisa di delay.. pikir gue.. Dan setelah gue lakuin hal itu, gue mulai merasa sedikit lega.. tapi gue melakukan ini dengan mengambil ancang-ancang dengan efek volume full..
Sampe akhirnya.. Ditambah efek zoom-in-zoom-out di lobang idung seperti di sinetron-sinetron sachetan di tipi.. sehingga gue teriak makin kenceng.. dan bilang enakkkkk.. perut gue makin kegencet.. dan.. Yah.. "keluar" dikit deh..
Setelah itu gue langsung ganti baju dan mulai tidur berharap kentut gue kembali redaa..
Udara dingin mulai merasukin tubuh, matahari mulai muncul menampakan dirinya. Sehingga gue mulai bergegas untuk pergi ke puncak melihat kebesaran kuasa tuhan. Dari pos 3 menuju puncak cukup panjang sekitar 5 jam perjalanan. Medan yang cukup terjal karena vegetasi pepohonan mulai berkurang. Hampir sama yang menemani gue ke puncak si ajudan gue si Ghajal. Selama Perjalan gue mulai bosan karena udara dingin selalu membuat gue ingin kentut dan berharap ajudan gue nggak tewas mimisan.
Akhirnya gue tiba di Puncak bukan main bahagiannya ketika loe tau kalau di puncak nya itu ada kawah belerang. Aroma kawah belerang menusuk hingga kedalam sukma.. Sehingga kalau gue kentut dengan volume besar dan menimbulkan bau tidak sedap itu tandanya bau kawah belerang.
Nggak berlama-lama gue dipuncak karena aroma busuk belerang bikin gue pusing. Akhirnya gue bergegas turun. tapi sebelum turun gue foto-foto dulu sama tim.
Tidak berlangsung lama Nah, di situ gue kembali merasakan kebelet boker stadium akhir tepatnya stadium Korolofil..
Dimana kuncup pantat gue mulai merekah.. Gue bingung banget gimana buat menangani keadaan semacam ini.. Gue nggak mungkin keluar dari kelasterjun bebas atau gue boker di alam vegetasi tanpa ditutupin pohon dan dilihat orang banyak hanya untuk boker.. Dan kebetulan gue baru habis dari puncak, masih ada sisa aroma kawah belerang. Gue panik.. Gue ngeden.. Saking gue mules pengen keluar sesuatu akhirnya gue keringet dingin, mata merah, pucat, dan gue mulai kejang-kajang..
Saat itu tercetus ide untuk mengeluarkan "Gas" yang menekan isi pantat untuk keluar.. Sehingga gue pun meregangkan pantat dan mencoba menghembuskan gas itu pelan-pelan.. So, tekanan yang mendorong pantat gue mulai berkurang sampai gue turun ke bawah di tempat bascamp. Ajudan gue yang setia menjadi partner gue? Kena Serangan Jantung, dan Tewas mimisan..
Sampe akhirnya.. Ditambah efek zoom-in-zoom-out di lobang idung seperti di sinetron-sinetron sachetan di tipi.. sehingga gue teriak makin kenceng.. dan bilang enakkkkk.. perut gue makin kegencet.. dan.. Yah.. "keluar" dikit deh..
Setelah itu gue langsung ganti baju dan mulai tidur berharap kentut gue kembali redaa..
Udara dingin mulai merasukin tubuh, matahari mulai muncul menampakan dirinya. Sehingga gue mulai bergegas untuk pergi ke puncak melihat kebesaran kuasa tuhan. Dari pos 3 menuju puncak cukup panjang sekitar 5 jam perjalanan. Medan yang cukup terjal karena vegetasi pepohonan mulai berkurang. Hampir sama yang menemani gue ke puncak si ajudan gue si Ghajal. Selama Perjalan gue mulai bosan karena udara dingin selalu membuat gue ingin kentut dan berharap ajudan gue nggak tewas mimisan.
ajudan gue mulai sesak napas ketika tiap menit gue bilang "gue pengen kentut" |
Akhirnya gue tiba di Puncak bukan main bahagiannya ketika loe tau kalau di puncak nya itu ada kawah belerang. Aroma kawah belerang menusuk hingga kedalam sukma.. Sehingga kalau gue kentut dengan volume besar dan menimbulkan bau tidak sedap itu tandanya bau kawah belerang.
udah mulai sampai puncak.. ekspresi nahan boker ! |
angkat tangan mu dan bunyilah suara kentut ! |
Nggak berlama-lama gue dipuncak karena aroma busuk belerang bikin gue pusing. Akhirnya gue bergegas turun. tapi sebelum turun gue foto-foto dulu sama tim.
rame-an orang.. |
foto sebagian orang aja. |
Sama Ajudan gue, foto ini diambil ketika dia masih punya nyali buat mencium aroma kentut ! |
Napas gue tinggal di ujung bau coyy ! |
Loe berak apa raa.. bau banget anjit kentut loe! |
Tidak berlangsung lama Nah, di situ gue kembali merasakan kebelet boker stadium akhir tepatnya stadium Korolofil..
pengen boker tapi inget nggak banyak tumbuh pohon disini.. |
Dimana kuncup pantat gue mulai merekah.. Gue bingung banget gimana buat menangani keadaan semacam ini.. Gue nggak mungkin keluar dari kelasterjun bebas atau gue boker di alam vegetasi tanpa ditutupin pohon dan dilihat orang banyak hanya untuk boker.. Dan kebetulan gue baru habis dari puncak, masih ada sisa aroma kawah belerang. Gue panik.. Gue ngeden.. Saking gue mules pengen keluar sesuatu akhirnya gue keringet dingin, mata merah, pucat, dan gue mulai kejang-kajang..
Saat itu tercetus ide untuk mengeluarkan "Gas" yang menekan isi pantat untuk keluar.. Sehingga gue pun meregangkan pantat dan mencoba menghembuskan gas itu pelan-pelan.. So, tekanan yang mendorong pantat gue mulai berkurang sampai gue turun ke bawah di tempat bascamp. Ajudan gue yang setia menjadi partner gue? Kena Serangan Jantung, dan Tewas mimisan..
detik detik ketika aroma kentut bersaing dengan bau belerang. |
Ket:
Foto yang ada disini hanya sedikit karena tas gue hilang !
Rasaakannn kentut gue !!!! |
Gue harap cerita ini dapat membantu kalian semua untuk bisa meng-eksplore kentut di muka umum dan di mana saja. jangan malu untuk kentut dan jangan ditiru kalo kalian nggak punya banyak nyali,.
kalau kalian punya cerita kentut bisa coment dibawah ya gengs,
SALAM LESTARI INDONESIA !
Hai.. Hoii.. brohh.. sist.. gengs,.
Hampir setengah musim berlalu gue jarang menulis lagi, biasa himpitan ekonomi. Kali ini gue nggak bakal cerita tentang kegalauan gue atau cerita tentang ke- jomblo gue.
Seriuss gue!!
Jangan ketawa lu!!!
Nahhh,, semenjak gue suka nulis cerita di blog dan gue suka melakukan hal konyol akhirnya gue terkenal juga di jajaran para pria alay disana. walaupun gue belum sebeken raditya dika tapi gue bakal ngalahin bang radit.
Beberapa dari temen-temannya teman gue suka baca juga tulisan gue yang gesrek ini.. Sebut saja namanya Riky Malau dia temen gue main COC, Game Clash Of Clans atau yang sering kita kenal dengan sebuatan COC salah satu game paling populer di indonesia yang terus berkembang. salah satu game strategi di android smartphone, yang bisa dikatakan paling sukses diindonesia. Gue udah main ini lama sebelum negara api menyerang, sebelum game ini dibuat gue udah main duluan..
jadi kemana-mana ceritanya..
Yahhhh intinya gue disuruh buat lirik lagu deh sama si Malau ini..
kebetulan si Malau nyuruh gue buat karena gue sering nulis di blog. Doi pikir gue berbakat jadi penulis.. (aamiin doakan saja).
Ide gue nulis lagu ya jaman-jaman gue sering galau.
Gue masih belum bisa ngasih judul. judul Something Wrong ini juga masih belum fix. Mungkin dari kalian ada yang bisa memberikan saran judul dari lirik ini..
Lagu ini juga masih belum selesai tapi biar kalian nggak penasaran gue kasih tau ya..
Gue jelasin lagi ya..!!!
Karena suara gue asli Cempreng banget guee nggak bisa mengeluarkan kata-kata indah dari bibir tipis gue akhirnya si Malau yang nyanyi..
Yaaahhh nggak beda jauh dari gue pronounsnya yang kurang maksimal membuat lagu ini juga belum maksimal. nanti kalau gue dan doi rekaman gue kasih tau..
Langsung aja yaa...
Dengerin..
Judul belum fix nih..!!!
Buat kalian yang suka nyanyi dan merasa suara kalian bagus. Gue buka lowongan buat ngisi suara ini.. :D
Ini beberapa liriknya..
Nih liriknya.
I know there's something wrong
I know it's happening now
I know it could be wrong
And i also know it may be right
I know why did the world
Spinning faster then before
I know why did the time
Its gone so fast
When i'm with you
Reff;
nananaanana..
masih berlanjut ya..
Kasih saran boleh lahh kalau soal judul...
coment ya di box. :D
masih sudah mendengarkannya..
Akhirnya kesampaian juga menulis hiking Gede-Pangrango setelah hampir seabad tidak menulis cerita perjalanan. Ini menjadi yang kedua kalinya mendaki gunung setelah papandayan.
Rembulan yang hanya menyinari dan menerangi malam kami yang dingin. Hampir 4jam kami berjalan tak kunjung sampai tempat camp. Akhirnya kita bersempatkan diri untuk bermalam di pinggir perjalanan menuju puncak.
Gue sudah lama tidak trekking sehingga berjalan pelan agar tidak kehabisan napas. Udara dingin tidak terasa saat trekking, badan bahkan terasa hangat karena tubuh terus bergerak.
Matahari belum muncul. Pagi-pagi sekali kami berangkat, semua sudah siap dengan sepatu kets atau sepatu trekking dan backpack. Jaket tebal membalut tubuh kami, tiba saatnya berjalan tiga kilometer di tengah pekatnya pagi yang masih gelap. Dua jam kemudian kami mendengar percikan air hujan yang turun, Sejenak untuk mengumpulkan tenaga kami ber-selfie riang untuk mengabadikan moment yang jarang terjadi dan kemudian perlaham matahari muncul.
Setelah berjalan kurang lebih 4jam kami tiba di puncak yang membuat kami sontak berdecak kagum dan kesenangan sendiri. Untuk mempersingkat waktu karena hari semakin sore dan langit sepertinya sudah mulai lelah untuk menampakan sinarnya akhirnya kami melanjutkan kembali perjalanan yang memakan waktu 3 jam untuk sampai di SuryaKencana dan bermalam disana.
Angin bertiup kencang di atas, saya mengeluarkan jacket untuk menahan angin dan masih kedinginan. Namun pemandangan yang saya lihat jauh lebih berarti, apalah artinya menahan dingin saat anda disuguhi pemandangan seperti ini..
Di Alun alun Suryakencana kami mendirikan tenda. Saran gue, bangun tenda di area pinggir, karena kalau di area tengah lebih dingin karena angin melewati dua bukit sehingga sangat terasa aliran angin di tengah.
Oya, di area Alun alun Suryakencana tidak ada wc, jadi kalau mau menuntaskan panggilan alam,
edelweiss sangat membantu, karena banyak yang menyelesaikan perut mules dengan bersembunyi di tengah tengah edelweiss yang besar dan tinggi tinggi.
Hmm, mungkin juga karena itu edelweissnya subur subur hihi. Kalau berjalan di area itu mesti lihat lihat ke bawah jangan sampai menginjak "ranjau" tapi biasanya ditutupi tissue jadi kalian sudah bisa lihat posisi ranjau. Haha kenapa jadi banyak ngomongin ini ya, merusak konten keindahan Alun alun Suryakencana.
Di luar masalah wc dan sampah, alun alun Suryakencana ini indahnya luar biasa. Gue membayangkan seandainya bawa dress panjang yang keren, terus foto foto di area ini pasti bakal seperti foto foto di majalah hihi.
Satu hal lagi, area Alun alun Suryakencana kalau sudah malam dinginnya pol, jadi siapkan baju dan peralatan untuk berperang dengan suhu dingin. Saya ingat sulit tidur karena kedinginan padahal sudah pakai jaket tebal, kaus kaki berlapis dan segala macam.
Pagi hari kami sempat mengecek suhu, ternyata sampai minus dua derajat celcius, pantas saja dinginnya luar biasa.
Oya, satu lagi, malam hari biasanya kita pasang senter, nah coba senternya dimatikan sebentar dan lihat ke atas. Saya sampai melongo lihat bintang begitu banyak, langit dipenuhi bintang, romantis banget. *Buat kalian para jomblo sebaiknya jangan datang sendiri karena akan mengalami hiportemia terhadap gagalnya mendaki bareng pacar.
Selfie cantik dengan Alfiyah |
Alun alun Suryakencana ini ada di area Taman Nasional Gede Pangrango, di wilayah tiga kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, jadi dekat dari Jakarta dan bisa diakses saat weekend bagi anda yang kerja kantoran dan sulit ambil cuti libur.
Pengalaman yang seru banget!
Kalau kesini dijamin capenya ilang dan worth the effort, hasil foto foto juga pasti keren. Jadi next time, daripada nongkrong di mall menghabiskan seratus ribu untuk segelas martini, cobain deh naik gunung, sekali saja dan anda tentukan sendiri apakah ketagihan atau menyesal :)