Senandung Hujan

By ara - 1/25/2014



Angin berdesir-desir, berayun geraknya seolah meluncur maju untuk kemudian berbalik arah. Dedaunan kering berterbangan, pasrah mengikuti arah angin melayangkannya. Sementara daun-daun yang masih bertahan pada cabangnya, bersentuhan satu sama lain. memunculkan nada melodius yang terdengar hingga jauh. Nyanyian Daun.

Langin berwarna kelabu. Awan menebar menghalang matahari, menjadikannya sinarnya meredup. Mendung siang haru seperti itu selalu menumbuhkan perasaan teduh sekaligus udara yang muram. Pertanda hujan akan datang sebentar lagi.

Berapa banyak jejak kaki yang tertinggal di punggung, dari mereka yang meminjam tubuh untuk berpijak, menapak ketinggian lalu meludahi wajah atau melambaikan tangan tanpa salam perpisahan?
Berapa kali harus hirup sesak udara kecewa, berapa lama lagi harus terus mengubah duka dan amarah menjadi selengkung senyum palsu di wajah?

Menghampiri akhir bulan Januari, hendak memasuki Febuari yang ceria, aku harap cerita ini mengubah kisah dibulan januari yang gelap penuh kesunyian dan sembunyi dalam sebuah topeng sandiwara.

Jangan Menyerah!

Jangan membiarkan dirimu tengelam. Kehidupan tidak akan berhenti hanya karena satu atau berulang penghinaan. Betapa pun menyakitkannya penghinaan itu, akan selalu tersedia peluang untuk menemukan sisi lain kehidupan yang lebih berharga. Bahkan pula kesempatan untuk membalas dendam, andai itu menjadi pilihan. Maka janganlah menyerah.

Beberapa titik air menuruh jatuh. Serupa selendang benih bergerak dengan alur perlahan. Itulah permulaan hujan. Seribu selendang air akan mengalir sesudah itu, yang setiap percikanya kala mendarat, entah tanah, ranting, dedaunan, juga bebatuan, akam memunculkan suara serupa senandung. Begitu pun senandung hujan menyapa dan membasahi para perindunya.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar